Artikel

Mengapa Guru PPPK Tetap Tersenyum Meski Masa Depannya Masih Gelap?

13
×

Mengapa Guru PPPK Tetap Tersenyum Meski Masa Depannya Masih Gelap?

Sebarkan artikel ini
Guru PPPK tersenyum di depan kelas sambil menyimpan kegelisahan soal masa depannya
Senyum guru PPPK yang tetap tulus meski dihadapkan pada ketidakpastian status dan masa depan. (foto: mataram.antaranews.com di edit melalui canva.com).

Di balik senyum yang menghiasi wajah para guru setiap pagi saat berdiri di depan kelas, ada sesuatu yang tak kasat mata. Ada kegelisahan yang tersembunyi rapi, dipendam dalam diam. Ribuan guru PPPK di Indonesia sedang menanti kepastian, mempertanyakan nasib mereka yang masih menggantung di ujung langit harapan.

Pertanyaan itu kini tidak hanya bergema di ruang guru, tapi juga mengguncang ruang parlemen. Diskusi demi diskusi dilakukan, membuka mata banyak pihak tentang status guru PPPK yang kerap kali dilupakan.

Status dan Hak Guru PPPK yang Masih Belum Jelas

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi X DPR RI, Ikatan Pendidik Nusantara (IPN), dan PB PGRI menjadi panggung bagi keresahan yang selama ini dibungkam. Hasna, Ketua Umum IPN, menjadi suara bagi ribuan guru PPPK yang selama ini hanya mampu bertanya dalam hati: “Apa kami benar-benar ASN?”

Ya, secara status PPPK memang masuk dalam kategori ASN. Tapi kenyataannya, kontrak kerja yang terbatas waktu membuat mereka seperti burung dalam sangkar kaca—terlihat bebas, tapi terkurung dalam ketidakpastian.

Tanpa hak pensiun yang jelas.
Tanpa jenjang karier yang pasti.
Tanpa jaminan perlindungan saat masa kerja usai.

Ketimpangan yang Terasa dalam Diam

Rasa perbedaan antara guru PPPK dan guru PNS makin terasa. Padahal, banyak dari guru PPPK yang memiliki pendidikan tinggi, bahkan sampai S2 dan S3. Tapi ruang untuk berkembang? Tertutup rapat.

Mereka seperti menapaki anak tangga yang tak pernah sampai. Berjuang di ruang kelas, tapi tak punya arah di koridor birokrasi.

Potret Kegamangan dari Daerah

Salah satu kisah pilu datang dari Donggala, Sulawesi Tengah. Seorang guru PPPK harus kehilangan statusnya karena kontraknya tak diperpanjang. Alasannya sederhana dan menyakitkan—anggaran pendidikan daerah berhenti.

Tak ada jaminan. Tak ada perlindungan.
Padahal ia sudah mengabdi. Sudah berdedikasi.
Tapi ternyata, belum cukup.

Kisah ini menegaskan lemahnya posisi hukum dan nasib guru PPPK. Mereka mudah digeser, meski telah memberikan jiwa dan waktu untuk mencerdaskan anak bangsa.

Anggaran Pendidikan dan Luka yang Menganga

Masalahnya makin rumit saat Hasna menyinggung praktik korupsi yang masih marak, sementara anggaran pendidikan justru menjadi tumbal. Sebuah ironi yang menghantam logika. Saat uang rakyat disalahgunakan, guru PPPK malah harus menanggung akibatnya.

Padahal, guru bukan hanya tenaga kerja. Mereka adalah pelita. Dan pelita tidak boleh dibiarkan padam.

Komitmen Komisi X DPR RI Mendengar dan Bergerak

Komisi X DPR RI menunjukkan sikap tegas. Mereka berkomitmen mendesak pemerintah untuk menyusun regulasi yang mampu memberikan perlindungan hukum dan hak guru PPPK secara menyeluruh.

Perlindungan ini diharapkan mencakup:

Pemerintah Harus Melangkah dengan Perhitungan

Wakil Ketua Komisi X, MY Esti Wijayanti, juga menyampaikan pentingnya analisis kebutuhan guru secara menyeluruh. Pemerintah harus tahu berapa jumlah yang dibutuhkan, di mana kekurangannya, dan bagaimana mendistribusikannya dengan adil.

Bukan hanya soal angka. Ini soal masa depan pendidikan. Soal nasib guru PPPK untuk hidup layak dan dihargai atas jasanya.

Transformasi Tata Kelola Guru Harus Segera Dilakukan

Dorongan juga diarahkan pada pembentukan sistem tata kelola guru yang permanen. Tidak ada lagi rekrutmen yang asal-asalan. Tidak ada lagi kontrak yang menggantung.

Pemerintah harus segera menetapkan transformasi menyeluruh. Guru harus punya rumah hukum yang kuat. Bukan lagi hanya bertumpu pada surat kontrak, tapi perlindungan yang jelas bagi guru PPPK melalui undang-undang.

Kesimpulan

Guru adalah pondasi bangsa. Mereka bukan hanya pengajar, tapi pemahat peradaban. Namun sayangnya, banyak dari mereka—terutama guru PPPK—masih hidup dalam ketidakpastian.

Dari ruang kelas sampai ke ruang sidang parlemen, suara mereka mulai terdengar. Tapi suara saja tidak cukup. Diperlukan tindakan nyata. Regulasi yang melindungi. Kebijakan yang berpihak. Dan penghormatan yang setara.

Jika bangsa ini ingin maju, maka mulailah dari memberikan kepastian dan perlindungan kepada guru. Karena saat guru tenang, masa depan bangsa pun akan gemilang.

Baca juga artikel menarik lainnya di Kategori Artikel Puyuh Kuayan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *